TANGERANG – Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) telah menggelar Konsolidasi Nasional yang dihadiri oleh Pengurus Pusat HIMITEKINDO, Koordinator Wilayah, Lembaga Kemahasiswaan Kelautan (LKK), Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia, serta Mahasiswa Kelautan dari seluruh Indonesia (24/1).
Konsolidasi tersebut menjadi dobrakan besar bagi perjuangan mahasiswa dalam menegakkan kedaulatan maritim di tengah ancaman eksploitasi sumber daya laut oleh oligarki dan korporasi rakus. Salah satu isu sentral yang dibahas adalah keberadaan pagar laut ilegal di wilayah pesisir Tangerang, Banten.
Fenomena ini tidak hanya mencerminkan maladministrasi akut dalam tata kelola kelautan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana ruang-ruang publik yang seharusnya menjadi hak nelayan kini dikuasai oleh segelintir elit-elit. Konsolidasi tersebut melahirkan resolusi dan pernyataan sikap dari Mahasiswa Kelautan yang menuntut evaluasi serius dari KKP.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono secara mengejutkan menyatakan bahwa ia mengakui kurangnya pengawasan sehingga baru mengetahui adanya pembangunan pagar laut ini, padahal kementerian yang dipimpinnya memiliki otoritas penuh dalam pengawasan wilayah pesisir. Dari kasus tersebut, beliau menyatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di kawasan laut tersebut adalah ilegal, karena pembangunan yang memanfaatkan ruang laut wajib memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan tidak melalui penerbitan sertifikat tanah seperti SHGB atau SHM (20/1).
Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid yang justru mengonfirmasi bahwa dua perusahaan besar yaitu PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Group telah mengantongi 262 bidang SHGB di wilayah tersebut. Dari jumlah itu, PT Intan Agung Makmur memegang 234 bidang, sementara PT Cahaya Inti Sentosa memiliki 20 bidang, serta 9 bidang lainnya dimiliki perorangan (22/1).
Kontradiksi pernyataan antara dua menteri ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dan lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintahan dalam pengelolaan ruang laut. Di satu sisi, KKP menyatakan bahwa sertifikat tersebut ilegal dan pembangunan pagar laut harus dibongkar, sementara di sisi lain ATR/BPN justru mengkonfirmasi keberadaan SHGB yang seharusnya tidak dapat diterbitkan di laut. Situasi ini semakin memperjelas bahwa tata kelola laut di Indonesia masih jauh dari kata transparan dan terintegrasi.
Baca juga:
Kepala Bakamla RI Jadi Narasumber di DPR RI
|
Melihat situasi ini, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) dalam hal ini berperan sebagai dinamisator akan mengajak masyarakat dan mahasiswa khususnya mahasiswa kelautan untuk bergerak bersama dalam aksi nyata membela hak-hak masyarakat pesisir dan mendorong kesejahteraan maritim yang lebih adil serta berkelanjutan. Mahendra selaku Sekretaris Jenderal berpandangan bahwa “Kasus pagar laut merupakan sebuah pantikan serta perhatian utama kita selaku mahasiswa untuk bergerak secara masif. Maka, kita perlu mengawal kasus hingga tuntas karena kita sebagai mahasiswa memiliki fungsi dan tanggung jawab terhadap kondisi maritim di negeri ini, dengan begitu sebagai aksi nyata dalam waktu dekat kami akan turun ke jalan untuk menuntut secara langsung kepada KKP” Ujarnya. Sebagai bentuk penerapan peran dan fungsi mahasiswa sebagai agent of change dan social control, HIMITEKINDO akan akan bergerak dan turun langsung ke jalanan melalui aksi massa untuk menuntut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan menyuarakan 12 tuntutan sehingga akan menjadi langkah konkret dalam menyelesaikan masalah ini serta menegaskan bahwa kebijakan kelautan harus berpihak pada masyarakat
Sudah saatnya pemerintah untuk mengambil tindakan tegas agar tidak ada lagi kejadian serupa di masa depan. Jika pemerintah gagal menjawab siapa dalang dibalik permasalahan ini, maka kepercayaan rakyat terhadap negara sebagai pelindung kepentingan publik akan semakin terkikis. Keadilan maritim tidak bisa dikompromikan, karena di sanalah kedaulatan bangsa dipertaruhkan. HIMITEKINDO akan terus berdiri di garda depan perjuangan ini, memastikan suara masyarakat pesisir tidak tenggelam oleh kepentingan oligarki. JALESVEVA JAYAMAHE!
Penulis : Ramzan & Fauziyah